"Kekasihku sayang, di sini setiap ucapan adalah laut, dan setiap ingatan adalah badai yang berat” (Jamil Massa – Pemanggil Air)
Dulu saya sempat mengira bahwa di daerah saya tidaklah hidup
penyair yang karyanya sudah dikenal oleh banyak orang serta bagus karyanya. Kesotoyan saya sepertinya kali ini harus
saya telan mentah-mentah karena memang nyatanya di Gorontalo saat ini ada
penyair yang sudah punya nama besar di kalangan para penyair nusantara. Nama
beliau Jamil Massa, seorang penyair, penulis cerpen dan esai.
Karya-karya beliau sudah dimuat di banyak media antara lain Harian Fajar, Tribun Timur, Jurnal Tanggomo,
Jurnal Santarang, Gorontalo Pos, Media Indonesia, Koran Tempo, Kompas dan
banyak media lainnya. Buku pertama beliau berjudul Sayembara Tebu yang terbit
pada tahun 2016.
Dalam kesempatan kali ini saya diberikan kesempatan untuk
membaca salah satu karya beliau yang berjudul Pemanggil Air melalui penerbit Basabasi. Buku yang berjumlah 112
halaman ini memiliki sampul yang nyaris biasa saja menurut saya. Karena memang gambar
sampul dari buku ini kelihatan samar-samar kalau kita tidak memperhatikannya
secara detail. Namun ketika saya membaca penjelasan dan setiap puisi dari kak
Jamil barulah saya memahami makna dari sampul buku ini.
Kumpulan puisi yang ada dalam buku ini merupakan jejak-jejak
puisi yang ditulis pada kisaran tahun 2007-2014 yang rata-rata mengambil latar
tempat Gorontalo, Makassar, Jakarta dan sebagian lain di Manado-Tomohon.
Inspirasi Pemanggil Air sendiri berasal dari salah satu cerita rakyat Gorontalo
yaitu Ju Panggola atau yang memiliki nama lengkap Syekh Ali bin Abu Bakar
Al-Hasani yang dianggap sebagai cikal bakal lahirnya danau Limboto.
Dalam buku ini pula kak Jamil memamerkan dua langgam lisan
puisi Gorontalo yang dikenal dengan tanggomo
& wungguli yang bisa kita nikmati dalam buku ini. Sejujurnya
melalui buku ini saya bisa belajar sejarah terbentuknya Danau Limboto yang bagi
beberapa kaula muda seperti saya bukan merupakan hal yang penting untuk
diketahui. Lewat buku ini pula kak Jamil seolah mengajak setiap pembaca utamanya
yang berasal dari Gorontalo untuk mencintai daerahnya, lingkungan serta setiap
hal yang menjadi identitas daerah. Tidak hanya di puisi Pemanggil Air, namun juga hal tersebut bisa kita nikmati di dalam
puisinya yang berjudul Paguyaman di
kepala kakekku, dan Pesta Kecil di
Padebuolo.
Salah satu hal yang menarik dari puisi ini adalah posisi
penulis yang tidak sering tampil sebagai ‘aku’. Kadang beliau menjadi hal lain
yang memungkinkan penulis menjadi komentator dalam setiap puisinya dengan
berperan sebagai ‘dia’ atau ‘ia’ yang dalam setiap penulisannya mewakili
berbagai jenis hal yang tak biasa. Seperti dalam puisi Sebut Saja Namanya Mawar.
Mungkin ini adalah kekurangan saya sebagai pembaca namun
bagi saya satu-satunya hal yang hilang dalam buku ini adalah saya tidak
merasakan persona seorang Jamil Massa. Meskipun beliau memiliki ciri khas dalam
gaya kepenulisan namun bagi saya itu belum kuat untuk membuat saya ingat gaya
khas tersebut sehingga bisa membedakannya dengan para penyair lain yang memiliki
visi kepenyairan yang kurang lebih sama. Ah, maafkan saya kak Jamil. Mungkin
ini hanyalah keterbatasan saya dalam bisa memahami setiap kata dalam alinea
sehingga menjadikannya lupa.
Namun terlepas dari hal itu saya sangat menyukai banyak
puisi dari buku ini. Dan yang anehnya adalah saya menyukai semua puisi yang
ditulis kak Jamil yang ditulis di Gorontalo. Seperti Dua Hal Berbeda, Nada Sambung dan Paguyaman di Kepala Kakekku. Meski begitu ada beberapa puisi yang
memiliki kesan tersendiri bagi saya seperti Mabuk
bersama Li’ Bai yang ditulis beliau di Makassar atau Terminal 2F yang ditulis beliau di Jakarta.
Terakhir, saya sangat berterima kasih kepada kak Jamil .
Karena berkat beliaulah wawasan sejarah saya bertambah lagi melalui membaca
buku ini. Dalam buku ini saya tidak hanya menikmati setiap diksi namun juga
suasana atau latar tempat serta pesan yang berusaha disampaikan yang kesemuanya
sudah ditulis dengan sangat baik.
Semoga tulisan saya ini bisa menjadi saran serta masukkan
yang baik bagi penulis yang dalam hal ini saya kagumi sebagai salah satu
penyair yang membawa nama daerah dalam berbagai event sastra di Indonesia. Semoga kesehatan dan kesempatan selalu
bersama beliau sehingga bisa terus menghasilkan karya yang luar biasa dan sarat
akan pesan moral bagi seluruh pembacanya..
0 komentar:
Posting Komentar