Ikal Harun

[CERBUNG] Kopi Terpahit Sore Itu

Leave a Comment
Bagiku  tak ada yang benar-benar pergi di dunia ini. Semuanya tetap hidup hanya saja dengan bentuk dan kondisi yang tak lagi sama. Begitulah kira-kira caraku memaknai setiap kepergian. Aku masih saja bersikiras bahwa ibu bukan mati, hanya berpindah tempat saja. Kenangan tentang ibu masih saja membatu dalam kepala. Sepertinya Aku akan merindukan teriakan-teriakan ibu kala aku lupa mengangkat jemuran yang terlanjur mengeras karena hampir seharian diterpa teriknya matahari. Atau malas mencuci pakaian dalam yang kadang ku biarkan saja berserakan di lantai kamar mandi, berharap ada yang mengambil inisiatif untuk menjadikannya layak pakai lagi. aku kembali tersenyum kala lamunanku terus terbang melayang ke masa-masa dimana sosok ibu adalah menjadi sosok yang menyebalkan.

Dalam penilaianku sebagai laki-laki normal ibu bukanlah sosok yang cantik jelita apalagi yang gemar memamerkan aurat. Bagiku ibu adalah gambaran apa adanya wanita masa kini. Ibu tak pernah benar-benar mengeluh. Kalaupun ibu teriak-teriak  itu hanya sebagai prosedur dasar saja sebelum aku benar-benar dilaporkan kepada ayah karena terlanjur nakal dan tak bisa dikontrol lagi. Ibu kerap berlebihan dalam menyampaikan sesuatu dan apapun itu. Seperti ketika Aku meminta dibelikan sepatu baru. Ibu malah curhat setengah mati tentang kondisi keuangan dan dengan nada yang sedikit mengancam ibu berbisik apabila uang dipakai untuk membeli sepatu maka tak ada garansi aku bisa lanjut sekolah lagi. Aku percaya saja apa yang disampaikan ibu saat itu. Karena aku juga takut kalau misalnya apa yang disampaikan ibu memang benar adanya bukan fiksi.

Ibu pernah bercerita tentang perjuangan ayah sewaktu kuliah dulu. Kata ibu, Ayah adalah sosok yang playboy padahal wajahnya biasa saja tak ada tampan-tampannya. Cuma menang lesung pipi doang. Aku kadang suka tertawa  kala ibu berusaha menyampaikan kekurangan ayah. Apalagi menceritakan masa-masa muda mereka yang bagiku tak ada menariknya sama sekali. Kata ibu awal perjumpaan mereka berawal ketika ayah mengontrak mata kuliah yang sama dengan ibu. Padahal ibu adalah junior ayah dikampus namun ayah sepertinya ayah tidak benar-benar pintar seperti penampilannya dan tidak punya urat malu harus mengulang lagi mata kuliah dengan junior-juniornya.

Aku tak pernah benar-benar mendengarkan curhatan ibu, Aku mendengar sekenanya saja tidak terlalu diperhatikan namun tidak juga diabaikan. Di zaman seperti ini ketakutan menjadi anak durhaka tetap masih ada meski hanya secuil saja. Entah kenapa ibu suka menceritakan keburukan-keburukan ayah padahal tanpa dia sadari pria itulah yang menghidupi keluarga ini selama puluhan tahun. Namun Aku cuek saja, mungkin ibu hanya rindu saja namun enggan mengakuinya karena bersikap puitis sepertinya terlalu menjijikan baginya di umur yang tak muda lagi.

Meskipun seorang playboy, ayah adalah sosok yang mudah disukai banyak orang bahkan oleh cleaning services sekaligus. Kata ibu pernah suatu ketika ibu mendapati ayah bercerita asyik dengan cleaning service di belakang gedung kuliah sambil ngerokok. Padahal saat itu ibu tahu ayah ada jam kuliah di lantai dua. Ibu yang saat itu belum mengenal ayah dengan baik  langsung mengumpat dalam hati. Dasar laki-laki tidak tahu berterima kasih, sudah syukur dikasih kuliah sama ayah-ibunya eh malah ngobrol gak jelas sama cleaning service. Begitu kata ibu dalam hati.

Sumber: @petualangkopi


Sesekali ibu tertawa renyah ketika menceritakan keburukan-keburukan ayah. Aku hanya ikut tertawa kecil saja. Entah disebelah mana bagian lucunya aku juga bingung. Sebenarnya Ayah adalah sosok yang sebenarnya tidak banyak bicara, namun kalau sudah bicara bisa sampai lupa waktu. Pernah ayah asyik ngobrol hampir sejam dengan temannya di tempat parkir sebuah cafe. Padahal saat itu baru jadian dengan ibu. Bukannya menunjukan sifat yang menyenangkan malah mulai menampakkan kekurangan yang tidak diharapkan tepat di minggu pertama jadian.

Suara toa masjid membuyarkan lamunanku yang sudah terbang jauh. ku minum kopi hitamku yang untuk pertama kali ku buat sendiri sejak kepergian ibu. Suara dari toa masjid menyampaikan sebuah pengumuman tentang musyawarah bersama badan takmirul masjid. Lamunanku kembali mengangkasa, Kali ini cerita tentang ibu dan toa masjid.

[Bersambung]
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar