Ikal Harun

Haruskah sebuah kampus ganti nama?

Leave a Comment
Ada hal yang menggelitik belakangan hari ini. Hal yang menggelitik ini saya temui di banyak media sosial. Namun ini bukan isu nasonal apalagi internasional. Justru ini datang dari sebuah tempat yang awam dengan mata dan telinga saya sehari-hari. Ya, tidak lain tidak bukan tentang keputusan birokrat kampus untuk mengubah nama kampus yang awalnya Universitas Negeri Gorontalo menjadi Universitas BJ Habibie atau yang kalau disingkat menjadi UBJH, UBH, UNBJ, ah whatever float in your boat lah.

Setelah mendengarkan topik utamanya sekelebat kemudian orang-orang yang merasa sudah lebih bijak bakal bilang "apalah arti sebuah nama?". Entah kenapa kutipan dari Shakespeare ini sudah sering dijadikan tameng atau bahasa kerennya pembenaran untuk hal-hal yang seperti ini. Yang terkesan seenaknya dan sepihak.

Memang dalam kondisi tertentu peralihan nama ini memberikan spirit baru bagi kampus dan mahasiswa karena nama yang disandang bukanlah nama yang biasa. Nama ini juga seolah memberikan kesan bahwa kampus ini akan jadi kampus yang besar nantinya. Namun tidak bisakah kita menghargai saja apa yang ada? bukan sebagai bentuk pasrah namun lebih kepada mengejawantahkan esensi syukur yang sebenarnya.

saya pun berusaha memikirkan kenapa kampus saya ini harus mengganti namanya. Namun sepertinya meditasi  saya beujung buntu. Maka saya pun iseng menggali informasi di internet, surga dan nerakanya para anak muda. Di internet saya mencoba mencari tahu daftar universitas yang mengganti nama kampusnya. Namun yang saya temui nyaris nihil. Di Makassar ada Universitas 45 Bosowa yang kemudian mengganti nama menjadi Universitas Bosowa, alasannya supaya lebih sederhana dan mudah diingat. Okey, alasan yang tidak kuat tapi bisa diterima, toh perubahannya belum sampai pada yang tahap yang keterlaluan. Di Aceh juga ada UNSYIAH atau Universitas Syiah Kuala yang sedang mendiskusikan perubahan nama karena kata Syiah di nama tersebut dikaitkan dengan aliran islam Syi'ah di Iran. Ingat ya baru sampai di tahap diskusi, belum fix.

Nah yang menjadi menarik adalah menurut artikel ini keputusan mengubah nama ini dikarenakan kampus ini ingin menjadi sumber pusat keunggulan pembangunan sumber daya manusia serta menjadikan nama BJ Habibie yang dalam hal ini sebagai putra Gorontalo sebagai motivasi dan inspirasi generasi penerus provinsi Gorontalo.

Sungguh alasan tadi bukanlah alasan yang sangat mendesak apalagi penting. Sudah 17 tahun nama UNG melekat dan akrab di telinga para mahasiswa. Dan entah mengapa alasan yang terlihat template itu dibuat dan mencuat ke permukaan. Bukannya menolak mewujudkan harapan tersebut, namun saya kira untuk memenuhi harapan tersebut tak ada kaitannya sama sekali dengan harus mengganti nama kampus.

Dalam adat Jawa dan juga di Gorontalo ada kepercayaan bahwa ketika orang sering sakit-sakitan sewaktu kecil maka cara menghentikan sakit-sakitannya tersebut harus dengan cara mengganti nama. Sama persis yang terjadi pada Presiden pertama kita pak Sukarno. Pak Sukarno dulu memiliki nama Kusno yang kemudian atas saran dari kakak perempuannya untuk diganti karena Sukarno kecil sering sakit-sakitan. Selain karena sering sakit hal ini juga dikarenakan penyebutan nama Kusno tidaklah enak untuk diucapkan ketika disingkat 'Kus', yang kesannya seperti memanggil tikus atau kus-kus.

Kalau dikaitkan dengan perubahan nama kampus saya kira akan tetap tidak masuk akal bahkaan cenderung konyol. Apakah mungkin kampus saya yang tercinta itu mengalami sakit-sakitan yang literally  sakit bukan bermaksud sarkas atau apalah. Atau mungkinkah penyebutan UNG tidaklah enak diucapkan sehingga harus diubah? ah, saya kira 17 tahun nama ini enak-enak saja. Kalau tak enak mungkin sudah dikasih kucing. Oke abaikan yang itu.

Saya coba meninjau perubahan nama ini dari segi ekonomi. Saya sempat membaca di beberapa media daring bahwa banyak sekali produk-produk nasional juga internasional melakukan perubahan nama dengan harapan menjadi sesuatu yang baru dan bisa menarik minat para pembeli. Contohnya saja Google yang dulunya bernama BackRub. Namun karena banyak pertimbangan maka mereka melakukan perubahan nama dan terbukti perubahan nama tersebut menjadikan Google sebagai salah satu perusahaan terbesar saat ini. Ada Cross yang kita ketahui sebagai salah satu brand HP (sungguh ini bukan promosi apalagi endorse) beberapa tahun lalu mengganti namanya dari Cross menjadi Evercross yang tak disangka berujung manis bagi mereka.

Lagi-lagi ketika fenomena ini coba saya kaitkan dengan perubahan nama kampus maka saya tidak melihat sesuatu yang 'harus' disana. Justru ketika memakai nama UNG ribuan orang dari berbagai provinsi berlomba-lomba mencoba masuk di kampus ini meski sebenarnya tak semua bisa diterima. Dan menurut pengamatan saya jumlah peminat kampus ini terus naik seiring berjalannya waktu dan akreditas yang tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Jadi, mengganti nama untuk tujuan agar 'peminat' jadi lebih banyak tidak menjadi alsan yang logis menurut saya. Terlalu dipaksakan.



Setelah beberapa kali mencoba membaca artikel saya menemui pola yang menarik yang kayakya sudah banyak terjadi di kota-kota besar. Contohnya di Jakarta. Di Jakarta tentu sudah kita tahu disana ada Universita Indonesia (UI) yang sudah tidak perlu kita tanya lagi kualitas pendidikannya. Kampus UI juga adalah kampus negeri namun di Jakarta juga ada Universitas Negeri Jakarta UNJ yang kualitasnya tidak kalah baik dengan UI. DI Jogja juga ada Universitas Gajah Mada (UGM) yang merupakan kampus pertama yang didirikan setelah Indonesia merdeka. UGM juga kampus negeri namun di Jogja juga ada Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang kualitasnya baik juga meskipun mungkin tidak sehebat UGM.

Sampai disitu saya sedikit bisa melihat pola yang sama yang diterapakan di Gorontalo. UNG sebagai kampus terbaik (IMO) mencoba mengikuti pola yang menurut saya sudah terlambat dilakukan ini. Mereka mencoba mengubah nama kampus agar kesan yang dihadirkan agar bisa sama seperti UI, UGM atau UNHAS di Makassar.

Sekali lagi ini bukanlah hal yang salah, namun kalau misalkan hal ini benar-benar terlaksana dan UNG berganti nama menjadi UBJH maka akan ada satu kampus yang harus tampil dengan 'embel-embel' negeri di tengah namanya. Kampus manakah itu? sampai tulisan ini dibuat saya hanya terus berpikir.


Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar