Ikal Harun

Alasan untuk jatuh cinta

6 comments
"Terkadang cinta tumbuh dengan cara yang amat ganjil dan di tempat yang keliru" (Tere Liye - Amelia)

Jatuh cinta itu indah. Indah karena saat itu sesuatu yang gelap selalu saja terlihat bercahaya. Hari-hari yang sebenarnya suram akan terasa sangat menyenangkan.  Ada juga pepatah lama yang mengatakan bahwa disaat jatuh cinta tahi kucing pun akan terasa seperti coklat. Terdengar berlebihan namun hanya orang yang pernah merasakan jatuh cintalah yang bisa menjawabnya.

Pada beberapa kondisi orang akan enggan jatuh cinta karena mereka percaya bahwa cinta selalu sepaket dengan air mata. Entah dari mana kutipan itu lahir. Apakah karena pengalaman pribadi atau karena kekecewaan terhadap cinta itu sendiri. Saya bukanlah orang yang pesimis untuk jatuh cinta (lagi). Namun terkadang selektif bukanlah hal yang berlebihan bukan?. Mungkin kalau dulu cara kita jatuh cinta masih seadanya saja. Kenalan, smsan, jalan, jadian, konflik dan akhirnya kembali melupakan. Sangat tidak sehat kalau terjebak terus menerus dalam hubungan yang selalu saja mudah untuk berakhir.

Beberapa orang akan mengatakan bahwa sebaiknya tidak usah pacaran, beberapa yang lain lagi mengatakan kalau cinta sekedarnya saja atau jangan berlebihan supaya sakitnya gak lama. Saya cenderung netral saja dalam artian tidak menutup diri namun juga tidak mudah untuk tergoda (lagi). Kalau diingat-ingat alasan saya dulu jatuh cinta hanya karna kecocokan komunikasi atau hanya karena saya saja yang ngebet untuk jadian atau bahasa lebaynya adalah hasrat untuk memiliki. Saya pernah beberapa kali benar-benar jatuh cinta. Namun tak semuanya bisa berakhir bahagia.

Ada pertanyaan yang kadang lahir di benak dan mengusik pikiran saya. Seperti apakah seharusnya jatuh cinta itu karena kesaman frekuensi atau karena kita bisa saling melengkapi?. Kebanyakan akan menjawab karena kesamaan frekuensi karena bisa bersama dengan orang yang sepemahaman itu adalah nilai plus. Namun saya sering memperhatikan orang yang sudah pacaran lama bahkan yang sudah menikah dan punya anak. Mereka cenderung saling melengkapi. Kesamaan frekuensi hanyalah bonus saja ketika kita sudah bisa memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Sebagai contoh adalah Kakak saya. Kakak saya adalah sosok yang kalem dan sedikit bicara. Namun sebenarnya dia adalah sosok yang tempramen dan banyak bicara kalau lagi bersama teman-temannya. Tidak mengagetkan sebenarnya karena saya juga demikian. Yang masalah disini adalah sifat temparamennya yang kadang tidak bisa ditebak kapan datangnya. Saya adalah orang yang menghindari beliau kalau sudah mencak-mencak dan ngomongnya sudah kemana-mana, Atau sudah mulai menyebutkan nama-nama penghuni di kebun binatang. Namun yang menajdi keanehan terbesarnya adalah istri dari kakak saya hanya kalem-kalem saja menghadapi kakak saya yang kalau sudah marah seperti sudah kesetanan.

Awalnya saya risih juga. Kok kakak ipar saya betah saja punya suami kayak kakak saya. Namun saya terlambat memahaminya. Rupanya itu adalah bentuk penerimaan dari kakak ipar saya terhadap kakak saya. Seolah itu adalah hal yang mudah dan lazim untuk dilakukan. Dari situ percaya bahwa kekuatan cinta itu bukan saat kita memulainya tapi menjalani suka dukanya sama-sama.

sumber : pinterest


Ada juga contoh lain dari teman saya yang pacaranya sudah lumayan lama. Yang paling saya tak habis pikir adalah teman saya yang cowok ini bisa sangat sabar ketika pacarnya marah-marah tidak jelas. Marah-marah disini bukan pada level yang biasa namun luar biasa. Seperti mengeluarkan kata-kata kasar atau banting helm di tengah jalan. Atau ancam bunuh diri. Rasanya saya  tidak sanggup untuk melihat mereka kalau lagi marah-marahan. Namun saya tak pernah mendengar kata berpisah dari mereka. Satu sama lain tetap mencintai dengan segala kekurangan mereka sebagai manusia.

Lagi-lagi spekulasi saya bahwa cinta itu hadir karena kesamaan frekuensi itu mulai terbantahkan. Kini saya meyakini bahwa sebaiknya cinta itu adalah yang saling melengkapi. Si pemarah dan si si penyabar. Si kalem dan si aktif. Begitu seterusnya.

Mungkin saya hanya belum siap saja mencari seseorang yang saling mengisi tersebut. Yah karena hal yang seperti itu harus diuji oleh waktu. Banyak effort yang harus dilakukan untuk bisa sampai di tahap itu. Tidak hanya materi namun materil juga menjadi hal yang harus kita kuras abis. So, Bagi saya terserah kita jatuh cinta dengan segala cara dengan segala kejadian. Namun pada level yang lebih jauh pada akhirnya kita akan saling melengkapi bukan saling beradu frekuensi.
"Cinta adalah sungai tanpa jembatan yang memisahkan kita di dua sisi bersebrangan. Maukah kau melompat, jatuh ke dalamnya, lalu hanyut berpegangan?" (Sam Haidy - Nocturnal Journal)
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

6 komentar:

  1. " Mungkin saya hanya belum siap saja mencari seseorang yang saling mengisi tersebut ".

    BalasHapus
  2. Falling in love is all about God creation:"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang segala hal yang ada campur tangan tuhan hasilnya akan selalu luar biasa..
      terima kasih sudah mau berkunjung :)

      Hapus
  3. Waduuh. Bacanya kok kayak bertolak belakang sama tulisan baru aku yha~ Hahaha.

    Anyway, awalnya kaget ternyata ini Kak Ikal. Masih inget ndaa? Ini Iva :D

    "Saya bukanlah orang yang pesimis untuk jatuh cinta (lagi). Namun terkadang selektif bukanlah hal yang berlebihan bukan?". Ini aku lagi ngalamin juga sih :"(

    Yaah, mau bagaimanapun persepsinya terhadap cinta itu sendiri, semoga kita dipasangkan dengan yang paling baik dan ikhlas. Hehehe. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. justru inspirasi tulisannya dari bidadarimagang.com. Makanya coba buat dari sudut pandang berbeda.
      loh, udah gak sama si temannya kak arif?
      aamiin.. semoga kita semua bisa saling menemukan satu sama lain .. :)

      Hapus