Ikal Harun

Hari 3 : Tentang Kehilangan #7DaysKF

Leave a Comment
Tidak ada bagian dari kehilangan yang tak memilukan. Tak ada yang bisa bersikap biasa saja ketika sesuatu atau seseorang yang biasa ditemui dan selalu berbagi kasih dengannya dan kemudian pergi dan takkan kembali lagi. Kehilangan itu bersifat universal. Bagaimana tidak, hampir semua kita pasti pernah merasakan yang namanya kehilangan. Tidak sedikit penulis, Penyair atau pencipta lagu yang menyampaikan rasa kehilangannya lewat sebuah karya. Tak ada satu pun manusia di bumi ini yang tak pernah merasakan kehilangan. Bahkan Sekelas Nabi Muhammad saw saja pernah mengecap perihnya kehilangan ketika ditinggal Siti Khadijah.

Sebenarnya saya enggan membicarakan tentang kehilangan, karena bagi saya menyampaikan sesuatu yang sentimental seperti ini sangat menguras perasaan. Namun karena sudah memilih ikut dalam kompetisi 7 hari menulis yang diadakan Kampus Fiksi maka saya mau tidak mau harus melepaskan ego tersebut.

Cerita tentang kehilangan kali ini adalah kehilangan seseorang yang seharusnya saya panggil Ibu. Ini yang menurut saya adalah kehilangan yang begitu memilukan bagi saya. Saya sudah ditinggalkan oleh mendiang Ibu sejak baru berumur kurang dari 2 tahun. Tak ada gambaran yang jelas bagaimana wajah ibu, saya hanya bisa mengingatnya kalau melihat-lihat fotonya di album keluarga. Kehilangan Ibu memang tidak serta merta saya rasakan sakitnya saat itu. Awalnya saya merasa biasa saja kalau dianggap sebagai anak yatim. Namun semakin kesini ketiadaan ibu memang menjadi lubang yang besar dalam perjalanan hidup saya.




Saya kerap iri melihat anak-anak yang lain bisa bersapa ria dengan ibunya hanya untuk sekedar mengeluhkan berat badannya yang mulai naik drastis atau menyampaikan curahan hatinya tentang sang pacar yang begitu manis terhadapnya. Saya tak punya momen seperti itu. Saya hanya bisa menyapu dada dan menganggap bahwa semua akan baik-baik saja.

Entah bagaimana saya merasakan kehilangan, rasanya hadir begitu saja setiap kali mengenang almarhumah ibu. Bahkan ketika kami sekeluarga berziarah ke makam ibu, saya adalah orang yang enggan meneteskan air mata. Tapi rasanya hati saya begitu teriris-iris untuk melihat makam ibu yang mulai ditumbuhi rumput-rumput liar. Saya lebih memilih meneteskan air mata untuk ibu di tempat lain, di saat mau tidur atau saat melihat ibu di dalam mimpi.

Memang tak ada jaminan hidup ini akan menjadi lebih baik kalau ibu masih diizinkan hidup. Hanya saja, Setidaknya ketika saya mengalami masa-masa sulit saya masih punya bahu yang kokoh, Telinga yang tidak bosan mendengarkan setiap kata yang saya lontarkan. Sungguh tulisan ini bukanlah upaya untuk melakukan protes kepada Tuhan. Hanya saja ini kerap menjadi sulit ketika saya menanggungnya sendirian. 

Tapi, apapun itu saya tidak akan menyerah disini. Saya percaya Tuhan punya rencana yang jauh lebih baik daripada dugaan saya. Saya percaya Tuhan adalah sutradara yang handal yang tak akan menyulitkan hambanya. Terima kasih buat keluarga, Sahabat-sahabat dan orang-orang yang tetap mau bersama-sama dengan saya mengisi lubang besar yang ditinggalkan ibu. Sekali lagi terima kasih

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
tulisan ini dibuat sambil diiringi lagu Symphony - Zara Larsson. entah mengapa lagu ini seperti mewakili segenap perasaan saya. terima kasih :)
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar