Ikal Harun



Menjadi mahasiswa memang keren namun sulit untuk dijalani. Mungkin itulah ungkapan yang pas untuk bisa menggambarkan keadaan saya selaku mahasiswa. Betapa tidak, mulai dari tugas yang menumpuk,pola tidur yang labil dan lupa mengurus diri sendiri menjadi sesuatu yang seolah lumrah terjadi pada saya dan mahasiswa lainnya. Tentunya hal ini tak lepas dari lingkungan yang memaksa harus serba ekstra dalam beraktifitas.

Sekedar bocoran, saya sementara tengah menempuh studi di salah satu Universitas yang ada di Gorontalo dengan mengambil Jurusan Informatika sebagai konsentrasinya. Tentunya Jurusan ini linear dengan Jurusan sewaktu di SMK dulu yang mengambil jurusan TKJ (Teknik Komputer Jaringan) namun, ternyata harapan untuk menjadi anak Informatika yang teladan sangatlah sulit terutama dalam bidang akademik. Sangat diakui bahwa sampai saat ini saya tak menguasai 1 bahasa pemrograman apapun. Iya, tak ada yang dikuasai karena memang bersebrangan dengan minat saya di bagian Jaringan bukan program.

Tentunya saya tidak cepat-cepat memvonis diri bahwa tak akan wisuda. Sejauh ini kuliah berjalan lancar walaupun agak sedikit terganggu dengan beberapa nila yang error. Namun walaupun demikian semangat dan daya juang terus dijaga dan ditambah, apalagi banyaknya dukungan yang terus mengalir dari teman-teman sejawat yang terus membuat saya lebih yakin dan optimis.

Entah apa yang saya lewatkan sehingga saya merasa salah dalam mengambil pilihan Jurusan sewaktu SMK dulu. Bisa jadi saya hanya salah dalam memilih Jurusan sewaktu mau masuk kuliah dulu. Sedikit cerita, sewaktu SMK dulu saya cukup berbakat tentang masalah komputer dan perangkat namun ternyata saya menafikkan potensi seta bakat saya yang lain yaitu kemampuan bicara (vokal). Sejak SMK dulu saya dikenal berani dalam hal mengungkapkan gagasan dan memiliki estetika berbicara yang relatif bagus. Tentunya hal ini membuat saya beberapa kali dibujuk untuk ikut lomba pidato dan sejenisnya. Alhasil saya berhasil meraih juara II dalam lomba pidato 3 bahasa tingkat Kota Gorontalo.

Tentunya hal ini sesuatu yang membanggakan bagi saya dan teman-teman. Betapa tidak, biasanya lomba-lomba seperti ini diwakilkan oleh anak-anak Jurusan Pariwisata yang memang digidik untuk mampu menguasai berbagai bahasa yang tentunya sangat jauh beda dengan kita anak Teknik yang lebih ke praktek dan relatif kaku dalam berbicara. Sampai disitu seharusnya saya sudah tahu kemana dan apa pilihan jurusan saya nanti. Namun faktor teman-teman dan keluarga yang meminta untuk memilih Jurusan Informatika yang akhirnya membuat saya luluh dan meniyakan permintaan mereka.

Hingga akhirnya ada sedikit penyesalan memilih Jurusan ini. Bukan karna sulitnya mata kuliah yang disajikan, hanya saja ini lebih ke masalah passion saya sebagai manusia biasa. Seharusnya saya dulu memilih Jurusan yang membuat saya nyaman dan lebih menambah wawasan tentang kemampuan berbahasa yang baik dan benar sehingganya potensi yang ada akan lebih terasah lagi.
Namun tetap ada kebanggan tersendiri menjadi beda dengan yang lain. Antara lain seringnya saya dipercayakan untuk berbicara dan menemui orang-orang penting baik di dalam maupun diluar kampus. Karena memang Passion tadi yang membuat saya tampak lebih menonjol dalam kemampuan berbicara.

Sampai disini tentunya saya menyampaikan nasihat kepada semua pembaca tentang pentingnya mengasah kemampuan kita dan mengesampingkan permintaan orang tua dan teman-teman dengan memilih kelas/jurusan yang kita kurang nyaman didalamnya. Pengalaman saya adalah bukti bahwa betapa pentingnya untuk objektif dalam menilai potensi kita. Agar tak lahir lagi generasi salah jurusan seperti saya ini.hehe
dan bagi yang terlanjur salah dalam mengambil jurusan saya ucapkan selamat, karena kalian memang orang yang menyukai tantangan dan sesuatu yang baru.Ini bukan klise untuk menghibur diri. Hanya saja menjadi beda diantara yang lain merupakan sesuatu yang luar biasa bagi saya karena tidak banyak yang mampu untuk melakukannya..
semoga menginspirasi.


Sekian..




22 tahun sudah saya menjalani kehidupan yang katanya fana dan tak abadi ini. Banyak sekali lika-liku kehidupan yang tentunya membuat diri ini semakin tangguh dalam menjalani setiap langkah kehidupan ini. Tawa,canda tangisan dan air mata seolah menjadi teman yang tak pernah habis datang mengunjungi saya dan tentunya membuat hidup lebih berwarna.

Dilahirkan dari keluarga yang sederhana tentunya membuat saya paham bahwa pentingnya untuk menjadi pribadi yang sukses di usia yang matang kelak. Setidaknya itulah pemikiran saya sewaktu kecil dulu. Sering disebut kutu buku tentunya membuat saya terbawa ke dalam dunia yang serius dan tidak pernah main-main dengan yang namanya studi atau belajar. Namun semakin kesini semakin saya menyadari ada beberapa hal yang tentunya bisa kita perjuangkan dan adapula yang harus kita lepaskan karena banyak pertimbangan dan alasan yang kuat.

Begitu banyak impian yang dulu saya rangkai dengan indahnya dalam benak saya dengan harapan semoga bisa terwujud suatu hari nanti. Namun hidup memang sangatlah adil. Hidup tak pernah memberikan apa yang kita inginkan namun apa yang kita butuh. Tetapi terlepas dari itu semua tentunya ada beberapa hal yang sebenarnya manjadi pengahalang saya mencapai cita-cita yang selama ini selalu diupayakan. Rasa malas,sifat emosian dan pandang enteng seolah menjadi penyakit yang berakar dan berurat di dalam jiwa yang butuh waktu seumur hidup untuk menyembuhkannya.

Betapa tidak, segala rangkaian mimpi yang telah direncanakan begitu matang bisa patah dengan mudah karna 3 sifat tadi. Memang masalah sifat agak dibantu dengan alasan genetik yang seharusnya ini tidak bisa menjadi pembenaran kegagalan semua impian itu. Diantara ke 3 sifat tersebut ada 1 sifat yang membuat saya begitu menyesal karena pernah terbawa jauh. Ya, emosi yang sulit terkontrol adalah musuh nyata bagi saya sampai sejauh ini bahkan sampai tulisan ini dipublikasikan.

Sedih sebenarnya jika harus menceritakan semua hal-hal yang hilang dan menjauh dikarenakan sifat emosi saya. Saya pernah mengakhiri hubungan dengan seorang wanita yang begitu baik secara jasmani dan rohani namun karena terbawa emosi saya memilih meninggalkannya dengan alasan yang sangat tidak rasional bagi seorang laki-laki hingga pad akhirnya saya menyesalinya. Emosi juga yang membuat saya sering berselisih paham dengan teman-teman karena mempertahankan argumen dan menjaga gengsi tentang wawasan. Alhasil saya dianggap sebagai orang yang egois atas pendapat sendiri dan cenderung terlalu percaya diri atas gagasan sendiri yang tentunya karna terbawa emosi tadi.

31 maret kemarin merupakan hari lahir yang ke 22 bagi saya. Namun saya begitu bersedih. Mengapa?
Ternyata dibalik bencinya teman-teman terhadap arogansi yang saya nampakkan, ternyata mereka masih berkenan memberikan kejutan kepada saya walaupun cuma alakadarnya. Disaat itulah hati saya bergeming seolah dihujam belati berulang-ulang. Tetesan air bening pun mengalir tipis di pelupuk mata .

Kehilangan banyak hal di dalam hidup mengajarkan saya pentingnya untuk bisa lebih dewasa lagi dalam menjalani hidup ini. Bijak saja tidakalah cukup untuk menjadi dewasa, ada banyak hal-hal yang harus diupayakan untuk bisa dewasa. Andai saya bisa memilih hadiah terbaik saya maka saya memilih untuk bisa kembali ke masa lalu dan memperbaiki segala kesalahan yang pernah terlanjur dilakukan yang kemudian membuat hujan ssal di masa depan. Namun sebagai manusia yang mempercayai bahwa waktu tak akan pernah kembali saya hanya bisa berusaha untuk terus memperbaiki segala kekurangan yang ada. Karena kehilangan mengajarkan saya betapa berharganya ketika memiliki.

Sekian..


-------------------------------------------------------------------------------------------------------------